Mencetak dosen dengan kompetensi ICT menjadi salah satu pekerjaan yang kini harus dilakukan oleh pemerintah melalui Kemenristekdikti. Pasalnya, saat ini untuk mendapatkan dosen dengan kemampuan ICT (teknologi informasi) yang mumpuni amatlah sulit.
“Dengan usia rata-rata diatas 50 tahun maka banyak dosen di Indonesia yang kurang menguasai ICT dan ini menjadi masalah yang serius mengingat pembelajaran yang dihadapi era revolusi 4.0 semua serba digital,” kata Dirjen Sumber Daya Iptek dan Dikti Kemenristekdikti Ali Ghufron Mukti di sela temu media bertema Mencetak Dosen Masa Depan, Kamis (19/4).
Untuk dosen yang kategori milenial diakui Ghufron lebih mudah beradaptasi. Tetapi masalahnya, saat ini sebanyak 24.381 dosen berusia antara 53 tahun hingga 71 tahun.
Dosen-dosen tersebut dinilai akan sulit beradaptasi dengan kemajuan teknologi. Terlebih ke depan, dosen tak hanya berfungsi mengajar tetapi juga menjadi fasilitator yang membimbing mahasiswa.
Menurut Ghufron, model belajar generasi milenial sangat berbeda dengan generasi jaman dahulu. Seorang dosen tak cukup hanya mengandalkan buku. Tetapi seorang dosen harus mampu mengkontekstualisasikan buku dalam dunia nyata.
Untuk memenuhi kebutuhan dosen dengan kompetensi ICT mumpuni, Kemenristekdikti mewacanakan menghadirkan dosen-dosen asing dari luar negeri. Kebijakan ini menurut Ghufron bisa menjadi solusi cepat untuk mengatasi kekurangan tenaga dosen di Indonesia.
Ia menjamin kehadiran dosen asing ini tidak akan mengancam atau menggeser dosen lokal. Mengingat untuk mendatangkan mereka baik yang dilakukan oleh program studi maupun institusi tidaklah mudah. Banyak persyaratan yang harus dipenuhi dan itu amatlah berat.
“Syaratnya misal dosen asing tersebut berasal dari 100 universitas terbaik didunia, prodi atau institusi pengundangnya harus memenuhi akreditasi yang disyaratkan, harus ada transfer ilmu pengetahuan dan lainnya,” lanjut Ghufron.
Sementara itu, Rektor Universitas Paramadina Firmanzah menilai sebelum pemerintah menerapkan kebijakan mengimpor dosen asing secara nasional ada baiknya program tersebut diterapkan dulu dibeberapa universitas. Tentunya sambil terus memperbaiki mekanisme administrasi, kolaborasidengan dosen-dosen di universitas penerima termasuk juga hal-hal yang harus diperbaiki seperti kepengurusan visa.
“Jangan sampai terjadi resistensi yang menjauhkan dari tujuan semula yakni meningkatkan kualitas pendidikan tinggi akibat belum adanya persiapan yang matang,” kata Firmanzah.
Berdasarkan data saat ini dosen di Indonesia masih didominasi dari generasi X yang berusia antara 37 tahun hingga 52 tahun atau sebanyak 142.020 orang. Sedangkan tenaga dosen generasi milenial yang berada direntang usia 18-36 tahun sebanyak 113.965 dosen.